Propinsi Kalimantan Selatan terletak di sebelah selatan Pulau Kalimantan. Secara geografis keadaan alamnya terdiri dari dataran rendah, rawa-rawa, sungai-sungai besar maupun kecil, serta dataran tinggi dengan pegunungan dan lembah serta ngarai. Dibagian selatan dan timur dilingkungi oleh pantai dan laut.
Berdasarkan tempat tinggal dan asal etnisnya, suku banjar terbagi atas tiga kelompok, yaitu :
· Banjar Kuala, dimana mencakup wilayah Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar. Mereka berasal dari etnik Ngaju.
· Banjar Batang Banyu, dimana mencakup wilayah yang berada di aliran Sungai Barito dan terus ke Sungai Negara hingga ke Sungai Tabalong di Kelua. Mereka berasal dari etnik Maanyan.
· Banjar Pahuluan, disepanjang kaki gunung Meratus, dari Tanjung sampaike Pelaihari. Mereka berasal dari etnik Dayak dan Bukit.
Suku Banjar mengenal “Daur Hidup” dengan upacara tradisional yang salah satunya adalah upacara perkawinan. Dahulu orang Banjar umumnya tidak mengenal istilah “berpacaran”, sebelum memasuki jenjang perkawinan seperti yang kita ketahui sekarang. Namun saat itu hanya dikenal istilah kawin gantung. Yaitu, kesepakatan dari kedua orang tua masing-masing untuk mencalonkan kedua anak mereka kelak sebagai suami istri. Proses tersebut dilakukan sejak masih kecil, tapi kebanyakannya dilakukan setelah akil baligh. Hal ini hanya diketahui masing-masing orang tua dan kerabat terdekat saja.
Pelaksanaan upacara perkawinan adat Banjar memakan waktu dan proses yang lama. Hal tersebut dikarenakanharus melalui berbagai prosesi. Diantaranya adalah :
1. Basasuluh
Dimana, seorang anak laki-laki yang akan dikawinkan biasanya tidak langsung dikawinkan, tetapi dicarikan calon yang sesuai dengan sang anak maupun pihak keluarga. Hal tersebut dilakukan tentu sudah ada pertimbangan-pertimbangan, atau sering kita dengar 3B (bibit, bebet dan bobot). Setelah dirasa sudah menemukan gadis yang cocok dengan criteria anak maupun keluarga, maka utusan pihak keluarga laki-laki tersebut melakukan investigasi terhadap sang gadis dengan cara bertanya kepada pihak-pihak yang dianggap bisa dipercaya apakah sang gadis telah memiliki ikatan dengan laki-laki lain apa belum. Kegiatan tersebut dalam adat Banjar dikenal dengan BASASULUH.
2. Batatakun atau Balamaran (Melamar)
Setelah diyakini bahwa tidak ada yang meminang atau mengikat sang gadis yang telah dipilih, maka dikirimlah utusan dari pihak laki-laki untuk melamar. Utusan ini harus pandai bicara sehingga lamaran yang diajukan dapat diterima oleh pihak sang gadis. Jika lamaran tersebut diterima, maka kedua pihak tersebut kemudian berembuk tentang hari pertemuan selanjutnya untuk mengadakan acara BAPAPAYUAN atau BAPATUT JUJURAN, dimana nantinya utusan kedua belah pihak akan melakukan perkataan dengan bertutur kata memakai pantun atau Besasahutan Pantun.
3. Bapayuan atau Bapatut Jujuran
Setelah hari pertemuan selanjutnya sudah dipastikan, maka pihak laki-laki kembali mengirimkan utusan. Tugas utusan tersebut adalah berusaha agar masalah kawin yang diminta keluarga gadis tidak melebihi kesanggupan pihak lelaki. Untuk dapat menghadapi utusan pihak laki-laki, maka pihak gadis pun harus meminta kepada keluarga atau kerabat yang pandai bertutur kata. Jika sudah tercapai kesepakatan tentang masalah tersebut, maka ditentukan kembali hari pertemuan selanjutnya.
4. Baantar Jujuran atau Baantaran Pananali (Mengantar Pertalian)
Kegiatan Baantar Jujuran atau Baantaran Pananali ini adalah sebagai tanda pengikat, juga sebagai pertanda bahwa perkawinan akan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh ibu-ibu, baik dari keluarga pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Setelah acara ini selesai, maka kemudian dibicarakan lagi tentang hari pernikahan dan perkawinan.
5. Bakawinan atau Akad Nikah (Pelaksanaan Upacara Perkawinan)
Sebelum hari pernikahan atau perkawinan, calon mempelai wanita mengadakan persiapan, antara lain :
a. Bapingit atau Bakasai
Bagi calon mempelai wanita yang akan memasuki ambang pernikahan dan perkawinan, dia tidak bisa lagi bebas keluar rumah seperti biasanya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan atau dipingit (Bapingit). Dalam keadaan Bapingit ini biasanya digunakan untuk merawat diri yang disebut Bakasai dengan tujuan untuk membersihkan dan merawat diri agar tubuh menjadi bersih dan muka bercahaya atau berseri pada saat besanding di pelaminan.
b. Batimung
Hal yang biasanya sangat mengganggu pada hari pernikahan adalah banyaknya keringat yang keluar. Hal ini tentunya sangat mengganggu, khususnya pengantin wanita. Karena keringat akan merusak bedak dan membasahi pakaian pengantin. Untuk mencegah hal tersebut terjadi maka ditempuh cara yang disebut Batimung.
c. Mandi Badudus atau Bapapai
Mandi Badudus atau Bapapai adalah upacara yang dilaksanakan sebagai proses peralihan antar masa remaja dengan masa dewasa, dan juga merupakan sebagai penghalat atau penangkal dari perbuatan-perbuatan jahat. Upacara ini dilakukan pada waktu sore atau matahari turun. Upacara ini dilaksanakan tiga atau dua hari sebelum acara perkawinan, dimana mandi-mandi ini menggunakan air do’a dari Tuan Guru atau Ulama/Tokoh Agama yang dicampur dengan air bunga dan mayang pinang. Setelah itu dilakukan prosesi bakarik atau bacukur alis dan rambut (membuang anak-anak rambut, yang dianggap menghalangi merias pengantin), petuah-petuah rumah tangga dari ibu serta kerabat yang wanita.
d. Bakhataman Mangaji atau Khatam Qur’an
Acara ini biasanya dilaksanakan pada malam sebelum dilaksanakannya Akad Nikah. Bakhataman Mangaji atau Khatam Qur’an ini dimaksudkan agar dimudahkan dalam menjalani rumah tangga kelak turunannya selalu menjunjung tinggi Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup didunia dan akhirat kelak. Dan pada acara ini juga disajikan bermacam-macam kue tradisonal Banjar yang berjumpah 41 macam, diantaranya lakatan (ketan), cucur, apam, bingka, bubur habang, bubur putih, kikicak, wadai cincin, hamparan tatak,dll. Dimana yang membuat kue-kue tradisonal tersebut adalah wanita-wanita tua yang sudah tidak haid (menoupose).
e. Bakawinan (Pelaksanaan Akad Nikah)
Upacara ini merupakan penobatan calon pengantin untuk memasuki gerbang rumah tangga. Pemilihan hari dan tanggal perkawinan biasanya disesuaikan dengan bulan Arab atau bulan Hijriah yang baik. Biasanya pelaksanaan upacara perkawinan tidak melewati bulan purnama.
Setelah acara Bakawinan, ada prosesi-prosesi lainnya, yaitu :
Ø Badu’a Salamat Pangantin (Pembacaan Do’a Selamat Pengantin)
Hal ini ditujukan untuk keselamatan pengantin dan seluruh keluarga yang akan melaksanakan upacara perkawinan, dimana pembacaan do’a-do’a tersebut dipimpin oleh Tuan Guru atau Ulama/Tokoh Agama dikampung tersebut.
Ø Maarak Pangantin (Membawa Pengantin Laki-Laki ke rumah Pengantin Wanita)
Dimana Pengantin Laki-laki akan diantarkan ke rumah Pengantin Wanita, biasanya acara ini diiringi dengan Sinoman Hadrah maupun Kuda Gepang.
Ø Batatai atau Basanding (Bersanding Pengantin)
Setelah Pengantin Laki-laki tiba dikediaman atau tempat acara disambut dengan Shalawat Nabi, dan setelah Shalawat Nabi selesai digemakan maka Pengantin Wanita keluar untuk menerima kehadiran Pengantin Laki-laki dan kemudian bersama-sama menuju Pelaminan untuk Batatai atau Basanding, dimana tempat bersanding pengantin disebut Geta Kencana. Dalam menuju ketempat persandingan kedua pengantin diusung oleh para kerabat dengan menggunakan Usung Jinggung. Setelah itu dilakukan sujud oleh kedua pengantin terhadap masing-masing orang tua pengantin.
Demikian adat perkawinan suku Banjar (KalimantanSelatan), walau terkesan rumit tetapi inilah salah satu dari keberanekaragaman kebudayaan Indonesia. Semoga membawa manfaat dalam melestarikan budaya yang semakin terkikis oleh perubahan jaman yang semakin berkembang pesat.
(disadur dari berbagai sumber, baik media online maupun dari masukan tetua adat)
2 komentar:
larang jujuran
tergantung pamandiran awal kanda ae..
intinya kakananknya jua kanda ae..
kalo sudah "klik" kada jua larang..
hahahah..
Posting Komentar